Kamis, 02 November 2023, 14:08
Penulis : Minvest
Kasus Kopi Sianida akhir-akhir ini kembali viral menjadi topik perbincangan usai munculnya film dokumenter Ice Cold: Murders, Coffee, and Jessica Wongso yang ditayangkan oleh Netflix. Masyarakat kembali lagi diingatkan tentang misteri asuransi jiwa yang sempat dibahas oleh pengacara Jessica Wongso, meski keberadaan asuransi itu sudah dibantah polisi.
Pada tahun 2016, Ayah Mirna, Darmawan Salihin sudah membantah tudingan mengenai adanya asuransi senilai US$ 5 juta atau sekitar Rp 69 miliar yang diwariskan oleh Mirna. Darmawan bahkan sempat menuntut balik kuasa hukum Jessica atas tudingan di atas.
Belajar dari kasus tersebut, apakah seorang ayah bisa mendapatkan uang pertanggungan asuransi jiwa jika sang anak meninggal dunia dan sebenarnya sang anak sudah menikah? Sebagian dari kita masyarakat awam mungkin akan bertanya-tanya perihal di atas. Secara logika, ketika seseorang sudah menikah, maka berdasarkan KUHPerdata, pihak yang akan menjadi ahli waris golongan pertama tentunya merupakan pasangan dan anak kandungnya.
Namun, untuk uang pertanggungan asuransi jiwa ini bukanlah bersumber dari harta waris. Harta waris dan uang asuransi jiwa adalah dua hal yang berbeda. Harta waris yang dibagi sesuai dengan hukum waris adalah harta yang asalnya dulu dimiliki pewaris.
Sementara itu, untuk uang pertanggungan asuransi jiwa sejatinya berasal dari aset perusahaan (jika dalam konsep asuransi konvensional), atau Dana Tabarru (jika dalam konsep asuransi syariah), yang dibayar sesuai dengan kesepakatan dengan tertanggung (pemilik polis). Tertanggung pun memiliki kewajiban untuk membayar premi ke perusahaan asuransi agar manfaat pertanggungan masih bisa tetap aktif.
Penunjukkan orang yang bisa menjadi penerima manfaat tentunya juga dilakukan oleh pihak tertanggung (pemegang polis) sesuai dengan prinsip insurable interest. Dalam prinsip tersebut, hubungan dampak finansial bisa terjadi karena adanya hubungan utang piutang, darah, maupun pernikahan.
Dikarenakan statusnya yang berbeda dengan harta warisan, itu sebabnya seseorang bisa menunjuk pihak yang bukan merupakan golongan I ahli waris sebagai penerima manfaat asuransi jiwa. Seiring dengan berjalannya waktu, pihak tertanggung (pemegang polis) juga bisa mengubah penerima manfaat asalkan hal tersebut tidak melanggar prinsip dari insurable interest.